BAB I
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sekarang ini dan di masa
mendatang merupakan masyarakat yang berbudaya teknologi, yaitu bahwa
perkembangan teknologi telah berlangsung sedemikian rupa hingga tersebar luas
dan mempengaruhi segenap bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Oleh
karena itu teknologi perlu digunakan lebih bermakna, berdaya guna dalam bidang
pendidikan kearah terwujudnya cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah
berlangsung begitu pesat hingga menembus batas-batas Negara bahkan kedaulatan
atas wilayah. Arus komunikasi yang mengalir dari Negara maju tidak mungkin
dibendung. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negative dari
arus komunikasi dan informasi tersebut adalah dengan memperkuat ketahanan
masing-masing anggota masyarakat melalui pendidikan yang memanfaatkan teknologi
yang bersangkutan.
Akhir-akhir ini pendidikan disoroti secara tajam baik
oleh masyarakat, pemerintah, peserta didik, lulusan maupun oleh insan pendidik
sendiri. Sayangnya sorotan itu tidak merata sehingga menerangi seluruh aspek
pendidikan, melainkan terfokus pada aspek tertentu saja. Salah satu fokus
sorotan itu adalah insan pendidikan terutama guru dan lembaga pendidikannya.
Sorotan tajam yang menimpa guru dan lembaga pendidikannya itu mungkin
didasarkan pada anggapan bahwa peranan mereka sangat menentukan dalam
pembangunan pendidikan. Sehingga
apabila mereka kurang berperanan maka pembangunan pendidikan akan terhambat. Sorotan itu rupanya telah menghasilkan kesimpulan bahwa mereka belum melakukan peranannya dengan baik, dan karena itu mendapat prioritas untuk dibenahi dan disempurnakan.
apabila mereka kurang berperanan maka pembangunan pendidikan akan terhambat. Sorotan itu rupanya telah menghasilkan kesimpulan bahwa mereka belum melakukan peranannya dengan baik, dan karena itu mendapat prioritas untuk dibenahi dan disempurnakan.
Diajukannya RUU Pendidikan Nasional seharusnya dapat
memperluas dan mempertajam fokus sorotan itu keseluruh sistem pendidikan
(komponen, fungsi, tujuan maupun organisasi dan strukturnya) serta sekaligus
membangkitkan kesadaran semua pihak bahwa sistem pendidikan kita perlu ditata
kembali secara menyeluruh selaras dengan situasi dan kondisi yang telah
berubah, serta sesuai pula dengan tuntutan dan harapan masa depan. Usaha
pembenahan dan penyempurnaan karena itu tidak dilakukan secara tambal sulam
atas unsur-unsur tertentu saja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Gejala yang Diamati
Sistem pendidikan dalam dasawarsa terakhir ini telah
mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan. Seperti halnya pendidikan dasar
telah dapat ditingkatkan pada jenjang sekolah menengah pertama bagi semua anak Indonesia .
Salah satu asumsi yang mendasari usaha pemekaran ini adalah bahwa penambahan
tentang waktu belajar ini akan memperbaiki mutu tenaga kerja, meskipun mesti
harus dipertanyakan isi dan strategi pelaksanaannya. Kita semua tahu bahwa pertumbuhan
yang sangat pesat ini akan dapat membawa akibat yang berlawanan terhadap mutu.
Masih banyak orang awam, atau bahkan para pakar
sekalipun yang berpendapat bahwa tugas pendidikan yang utama adalah mengalihkan
(mentrasfer) pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Apalagi kenyataan
banyak menunjukkan bahwa yang dialihkan itu terutama meliputi aspek kognitif
saja (menghafal, mengulang, menyebutkan, dan sebagainya). Memang benar ada
nilai religi yang harus dilestarikan, namun dalam perkembangan zaman ini lebih
banyak lagi nilai-nilai, terutama yang berasal dari kebenaran penginderaan dan
kebenaran ilmiah, yang mengalami perubahan, sehingga tidak seyogyanya
dilestarikan.
Struktur organisasi pendidikan sekarang ini masih saja
sama seperti seabad yang lalu, padahal sektor kehidupan yang lain sudah
mengalami perubahan. Pendidikan formal yang mengejawantahkan dalam bentuk
sekolah, dibakukan dengan ruangan yang dibatasi empat dinding, diisi sejumlah
anak seusia, diajar dan diawasi oleh seorang guru. Guru mempunyai kewenangan
tunggal dalam menentukan kegiatan dan menilai hasilnya. Akibatnya, berbagai
sumber untuk belajar yang ada dimasyarakat, tidak dapat dimanfaatkan.
Guru dianggap sebagai satu-satunya tenaga pendidik yang
berwewenang mengajar. Memang kenyataan yang ada sekarang menunjukkan bahwa guru
merupakan penguasa tunggal dalam proses belajar mengajar. Bahkan sekarang ini,
guru justru dibebani banyak tugas hingga tidak mampu menjalankannya secara
efektif. Seharusnya tugas utama guru adalah “mengawasi, meneladani dan
membangkitkan semangat” kalau motto “Tut Wuri Handayani” masih dipergunakan.
Kita semua menyadari bahwa ilmu pengetahuan berkembang
terus, dan jumlah maupun kualitas infomrasi berkembang secara eksponensial.
Tidak mungkin bagi seseorang menguasai pertambahan informasi itu dengan jalan
menimbun data atau fakta di otaknya. Namun yang terjadi sekarang justru
menambah mata pelajaran baru atau materi baru ke dalam kurikulum. Memang benar
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan menuntut kita untuk belajar lebih banyak,
lebih cepat dan lebih berdaya guna. Akan tetapi bukan berarti yang kita
pelajari adalah harus berupa fakta.
Teknologi telah berkembang dengan pesat, dan budaya kita
pun telah dipengaruhinya, telah terjadi perubahan sosial dengan berkembangnya
teknologi. Kebanyakan orang masih memandang teknologi sebagai produk dengan
rujukan benda-benda yang dapat membuat hidup lebih nyaman. Teknologi belum
dapat kita manfaatkan sedemikian rupa sehingga timbul penemuan sosial (social
invention), meskipun teknologi itu sudah menghasilkan perubahan sosial. Dengan demikian
teknologi itu tidak dapat dituntut tanggung jawabnya bila terjadi sesuatu
akibat negatif. Pencegahan akibat negatif itu dapat dilakukan dengan pendekatan
isomorfi, yaitu dimana dua struktur kompleks yang berbeda dipadukan sedemikian
rupa untuk saling mengisi dan melengkapi. Dan masih banyak lagi gejala-gejala
yang dapat dijadikan pertimbangan mengapa transformasi diperlukan.[1]
B.
Beberapa Kecenderungan Pendidikan
Perkembangan masyarakat akan membawa pengaruh terhadap
perkembangan nilai, prinsip, dan prosedur dalam pendidikan. Dahulu, misalnya
nilai yang dianggap baik adalah “patuh” tanpa mempertanyakan alasan dan tujuan;
dan mengulang-ulang (drills) dianggap sebagai prosedur mengajar yang paling
baik diterapkan untuk segala macam bidang ajaran.
Berbagai usaha pembaruan (reformasi) memang telah
dilakukan, namun kini yang sebenarnya diperlukan adalah transformasi pendidikan. Dimana hakikat, lembaga dan fungsi pendidikan
dikembangkan dengan sistem nilai, prinsip dan prosedur baru secara menyeluruh.
Beberapa kecenderungan baru berikut ini, dapat dijadikan dasar pertimbangan
perlunya usaha transformasi pendidikan itu.
1.
Belajar menyelidik
Meliputi kemampuan seseorang dalam menggunakan proses dan prosedur
intelektual untuk memecahkan masalah akademis maupun praktis yang sedang
dihadapinya. Dalam kalangan ilmu alamiah kemampuan ini disebut dengan “belajar
menemukan” (discovery learning) dan dalam kalangan ilmu budaya disebut dengan
“belajar berkreasi” (creatifity
learning). Prinsip ini dalam
pelaksanaannya dicerminkan dengan berkurangnya penjelasan atau ceramah oleh
guru, dan dengan meningkatnya kegiatan meneliti
baik secara mandiri maupun kelompok oleh peserta didik. Heathers (1970)
berpendapat bahwa fungsi pendidikan yang paling penting adalah mengembangkan
kemampuan menyelidik tiap orang agar ia dapat memecahkan persoalan hidupnya
sendiri, serta merupakan peserta yang efektif dalam memecahkan masalah
kelompok. Prinsip ini serasi digunakan dalam masyarakat dimana pengetahuan dan
penerapannya mengalami perubahan yang cepat.[2]
2.
Belajar mandiri
Yaitu berupa pengarahan dan pengontrolan diri dalam
memperoleh dan menggunakan pengetahuan. Kemampuan ini sangat berkaitan dengan
belajar menyelidik. Kemampuan ini sangat penting, dimana keberhasilan dalam
kehidupan akan diukur dari kesanggupan dalam bertindak dan berpikir sendiri,
dan tidak bergantung kepada orang lain. Paling sedikit ada dua kemungkinan
untuk melaksanakan prinsip ini, yaitu : pertama, digunakan program belajar yang
mengandung petunjuk untuk belajar sendiri oleh peserta didik dengan bantuan
guru yang minimal, dan kedua, melibatkan siswa dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan belajarnya sendiri.
3.
Belajar struktur bidang studi
Materi atau informasi dalam bidang studi berkembang
terus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena
informasi yang terus berkembang dan keterbatasan manusia, maka cara yang lebih
bermakna adalah apabila kita mampu mempelajari gagasan umum yang dijadikan
dasar dalam menyusun, menafsirkan dan memperkirakan gejala yang ada dalam
bidang studi itu, atau dengan kata lain mempelajari struktur bidang studi.
Mempelajari struktur ini dapat dilakukan melalui pemahaman konsep, prinsip,
prosedur dan model teoritik. Cara ini akan lebih ekonomis dan praktis. Memang
ada sejumlah informasi dan fakta dasar yang harus dikuasai, namun dengan
menguasai struktur tersebut fakta dan informasi selanjutnya dapat disimpan
dalam berbagai macam sarana bantu yang dapat diambil kembali sewaktu-waktu
diperlukan.
4.
Belajar mencapai penguasaan
Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa tiap peserta
didik mampu menguasai apa yang dipelajarinya. Asumsi lama menilai bahwa
keberhasilan belajar dengan jalan membandingkan dengan teman sekelompoknya.
Sedangkan asumsi baru membandingkannya dengan penguasaan atas tujuan yang telah
ditetapkan lebih dulu. Penguasaan atas tujuan ini menjadi standar bagi semua
peserta didik, dengan ketentuan bahwa tiap peserta didik mendapat tugas yang
sesuai dengan kemampuannya, serta bahwa kepada mereka itu dapat disediakan
bahan, waktu dan bimbingan yang diperlukan untuk keberhasilannya. Dengan
prinsip ini maka peranan utama guru adalah mengelola kegiatan belajar peserta
didik dan memberikan bimbingan yang diperlukan.
5.
Pendidikan untuk perkembangan kepribadian
Perkembangan ini merupakan perkembangan segala aspek
kepribadian secara utuh, bukan hanya menekankan pada aspek kognitif saja,
melainkan pula keyakinan, minat,dan nilai yang membentuk pribadi seseorang. Prinsip
ini dapat ditunjang pelaksanaannya di sekolah jika sejak dini anak dilatih
untuk mampu mengarahkan kegiatan dirinya, dan berdisiplin dalam
melaksanakannya.
6.
Pendekatan sistem
Dalam bidang pendidikan digunakan dalam proses pemecahan
masalah yang berorientasikan pada kepentingan peserta didik. Proses tersebut
merupakan proses yang berkelanjutan yang senantiasa diperbaiki sesuai dengan
adanya masukan baru.
7.
Persebaran waktu
Pendidikan itu berlangsung sepanjang waktu, terutama
waktu jaga setiap orang merupakan waktu yang potensial untuk terselenggaranya
pendidikan. Dengan demikian suatu sistem pendidikan itu hendaknya tidak
dibatasi pada waktu sekolah saja, melainkan pula waktu-waktu yang lain.
8.
Persebaran tempat
Prinsip ini berkaitan erat dengan persebaran waktu, maka
pendidikan itu pada dasarnya dapat berlangsung dimana saja. Namun, apabila
dikehendaki agar pendidikan itu terarah dan terawasi perlu ditata bentuk
kelembagaan dan tata caranya. Penataan itu tak harus secara formal tetapi dapat
berkembang sebagai suatu kebiasaan dalam masyarakat.
9.
Keanekaragaman sumber
Pada awal kebudayaan, manusia memperoleh pendidikan dari
alam sekitarnya. Hingga kemudian ada orang yang diberi wewenang untuk
memberikan pendidikan yang disebut “guru”. Namun, guru bukanlah satu-satunya
sumber bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan. Guru hanya salah satu
sumber insani yang masih harus dilengkapi dengan sumber non insani berupa
lingkungan, alat, media dan sebagainya.
10. Diferensiasi peranan
Sejalan dengan adanya berbagai macam sumber insani, maka
guru harus berbagi peranan dengan orang-orang yang mempunyai tugas dan fungsi
instruksional. Dengan demikian guru tidak lagi mempunyai kewenangan tunggal
dalam proses instruksional.
11. Ekonomi pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses yang menciptakan
hasil, tidak mungkin terbebas dari pertimbangan ekonomi. Ditinjau dari segi
pembiayaan komponen, pembiayaan untuk guru merupakan jumlah yang terbesar,
karena itu harus dapat digunakan seefisien dan seefektif mungkin.
12. Perkembangan teori dan
prinsip
Ilmu pendidikan bukan merupakan disiplin yang mati,
melainkan terus berkembang seiring dengan perkembangan daya pikir, keadaan dan
kebutuhan manusia. Sebagai ilmu terapan, pendidikan pada mulanya banyak
mengambil ajaran dari ilmu-ilmu murni. Ajaran itu kemudian diramu dan
dikembangkan lebih lanjut untuk digunakan dalam mensistematisasikan pengamatan,
memberikan penjelasan, membuat prediksi dan menyusun hipotesis atas gejala yang
dipelajarinya. [3]
C.
Konsep Teknologi Pendidikan Dan Kemungkinan Penerapannya.
Teknologi pendidikan sebagai suatu konsep yang relatif
masih baru, mengandung sejumlah gagasan dan rujukan. Gagasan yang ingin
diwujudkan adalah agar setiap pribadi dapat berkembang semaksimal mungkin
dengan jalan memanfaatkan teknologi sedemikian rupa hingga selaras dengan
perkembangan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan rujukan konsep itu merupakan
hasil sintesis dari gejala yang diamati dan
kecenderungan yang ada. Rujukan itu meliputi hal-hal berikut ini sebagai
satu kesatuan.
1.
Adanya orang-orang belajar yang
belum cukup memperoleh perhatian tentang kebutuhannya, kondisinya, dan
tujuannya.
2.
Adanya peserta didik yang tidak
cukup memperoleh pendidikan dari sumber-sumbernya, dan karena itu perlu
dikembangkan dan digunakan sumber baru.
3.
Adanya sumber-sumber baru
berupa orang, pesan, bahan, alat, cara-cara tertentu dalam memanfaatkan orang,
pesan, bahan dan alat, serta lingkungan tempat proses belajar itu berlangsung.
4.
Adanya kegiatan yang bersistem
dalam mengembangkan sumber-sumber belajar itu yang bertolak dari landasan teori
tertentu dan hasil penelitian, yang kemudian dirancang, dipilih, diproduksi,
disajikan, digunakan, disebarkan, dinilai dan disempurnakan.
5.
Adanya pengelolaan atas
kegiatan belajar yang memanfaatkan berbagai sumber, kegiatan menghasilkan atau
memilih sumber-sumber belajar, serta orang dan lembaga yang terlibat langsung
dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini dilakukan agar kegiatan lebih berdaya
guna, berhasil guna dan produktif.[4]
Bentuk penerapan praktis konsep teknologi pendidikan
sebagai berikut :
1.
Tersedianya dan dimanfaatkannya
sumber-sumber yang memungkinkan orang untuk belajar.
2.
Dilaksanakannya fungsi
pengelolaann dan pengembangan dalam proses pengadaan dan pemakaian sumber
belajar.
3.
Meningkatnya jenjang pengambilan
keputusan belajar hingga tingkat penyusunan kurikulum.
4.
Timbulnya berbagai jenis pola
instruksional, yang dapat dibedakan sebagai berikut :
a.
guru saja yang berinteraksi
dengan murid.
b.
sumber belajar lain yang
berfungsi melalui guru
c.
pembagian peranan instruksional
antara guru dengan sumber belajar lain
d.
sumber belajar lain selain guru
yang digunakan dalam pembelajaran
5.
Timbulnya berbagai alternative
kelembagaan kegiatan pendidikan dengan rentangan antara sekolah tradisional
hingga jaringana belajar yang mengandung kriteria formalitas penyelenggaraan,
kewenangan, pengelolaan, dan keragaman sumber belajar.
6.
Adanya standar mutu bahan
ajaran dan pilihan bahan ajaran standar yang lebih banyak.
7.
Berkurangnya keragaman proses
pengajaran, namun dengan mutu yang lebih baik.
8.
Dilakukannya perencanaan dan
pengembangan pembelajaran oleh para ahli yang khusus bertanggung jawab untuk
itu dalam suatu kerja sama tim.
9.
Tersediannya bahan ajaran
dengan kualitas yang lebih baik, serta jumlah dan macam yang lebih banyak.
10.
Dilakukannya penilaian dan
penyempurnaan atas segala tahap dalam proses pembelajaran.
11.
Diselenggarakannya pengukuran
hasil belajar berdasarkan penguasaan tujuan yang ditetapkan.
12.
Berkembangnya pengertian dan
peranan guru.[5]
D.
Manfaat Penerapan Teknologi Pendidikan
Berdasarkan analisis empirik yang dilakukan oleh komisi
Amerika Serikat, dari penerapan teknologi pendidikan dapat menghasilkan hal-hal
sebagai berikut :
1.
Meningkatkan produktifitas
pendidikan dengan jalan :
a.
Mempercepat laju tahapan
belajar
b.
Membantu guru untuk menggunakan
waktunya secara lebih baik.
c.
Mengurangi beban guru dalam
menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan
mengembangkan kegiatan belajar anak didik.
2.
Memberikan kemungkinan
pendidikan yang sifatnya lebih individual dengan jalan :
a.
mengurangi kontrol guru yang
kaku dan tradisional.
b.
memberikan kesempatan anak
didik untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya.
3.
Memberikan dasar pembelajaran
yang lebih ilmiah dengan jalan :
a.
perencanaan program
pembelajaran yang lebih sistematis.
b.
pengembangan bahan pengajaran
yang didasari penelitian
4.
Lebih memantapkan pengajaran,
dengan jalan :
a.
meningkatkan kapabilitas
manusia dengan berbagai media komunikasi.
b.
penyajian informasi dan data
secara lebih konkrit.
5.
Meningkatkan kemampuan
pembelajaran dengan memperluas jangkauan penyajian.
6.
Memungkinkan belajar lebih
akrab karena dapat mengurangi jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di
luar sekolah serta memberikan pengalaman tangan pertama.
7.
Memungkinkan pemerataan
pendidikan yang bermutu, terutama dengan :
a.
pemanfaatan bersama (secara
lebih luas) tenaga atau kejadian langka
b.
didatangkannya pendidikan
kepada mereka yang memerlukan[6]
BAB III
P E N U T U P
Kesimpulan
Kita semua menyadari bahwa ilmu pengetahuan berkembang
terus, dan jumlah maupun kualitas
informasi berkembang secara eksponesial. Tidak mungkin bagi seseorang
menguasai pertambahan informasi itu dengan jalan menimbun data atau fakta di
otaknya. Teknologi telah berkembang dengan pesat, dan budaya kita pun telah
dipengaruhinya, telah terjadi perubahan sosial dengan perkembangannya
teknologi.
Berbagai usaha pembaruan (reformasi) memang telah
dilakukan, namun kini yang sebenarnya diperlukan adalah transformasi
pendidikan. Beberapa kecenderungan baru yang dapat dijadikan dasar pertimbangan
perlunya usaha transformasi pendidikanitu adalah sebagai berikut : belajar
menyelidik, belajar mandiri, belajar struktur bidang studi, belajar mencapai
penguasaan, pendidikan untuk perkembangan kepribadian, pendekatan sistem,
persebaran waktu, persebaran tempat, keanekaragaman sumber, diferensiasi
peranan, ekonomi pendidikan, perkembangan teori dan prinsip.
Dari penerapan teknologi pendidikan, berdasarkan
analisis empiri yang dilakukan oleh komisi Amerika Serikat, dapat menghasilkan
hal-hal sebagai berikut : meningkatkan produktivitas pendidikan, lebih banyak
membina dan mengembangkan kegiatan belajar anak didik, memberikan kemungkinan
pendidikan yang sifatnya lebih individual, memberikan dasar pembelajaran yang
lebih ilmiah, lebih memantapkan pengajaran, meningkatkan kemampuan pembelajaran
dengan memperluas jangkauan penyajian, memungkinkan belajar lebih akrab karena
dapat mengurangi jurang pemisah antara pelajaran di dalamdan di luar sekolah,
dan memungkinkannya pemerataan pendidikan yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Teknologi Pendidikan, Arti, Kawasan dan
Penerapannya di Indonesia (Malang,
IKIP, 1985)
Miarso, Yusufhadi, Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta :
Kencana, 2005)
Prawiradilaga, Dewi dan Siregar, Eveline, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta :
Kencana, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar